Bersama Hadar, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga menggugat pasal ini yang sempat jadi pembahasan panjang di DPR ini.
Hadar mengatakan, pasal tentang ambang batas pencalonan presiden tersebut tidak sesuai dengan konstitusi.
"Tidak bisa ada syarat di mana partai politik atau gabungan partai polirik harus punya 20 persen kursi atau 25 persen suara, apalagi sekarang pemilu akan dilaksanakan serentak," kata Hadar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (6/9).
Jika dulu ambang batas diambil dari perolehan suara pemilu sebelumnya, maka dalam Pemilu serentak (Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden), ambang batas sudah tidak relevan lagi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan ketentuan ambang batas pencalonan presiden tersebut tidak sesuai dengan pasal 6a ayat 2 UUD 1945.
Pasal tersebut, kata Titi, mengatur tentang pasangan calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.
"Adanya pasal tentang ambang batas pencalonan presiden atau yang secara umum kita kenal dengan presidensial threshold, kami anggap bertentangan dengan Pasal 6 ayat 2 undang-undang dasar 1945 kita," ucap Titi.
Titi yakin Perludem memiliki legal standing atau kedudukan hukum yang sah untuk mengajukan uji materi tersebut, karena sebagai organisasi Perludem memiliki perhatian terhadap isu-isu pemilu.
"Sebagai organisasi dan juga sebagai perseorangan yang dalam pandangan kami menghendaki terselenggaranya pemilu yang luber, jurdil, dan demokratis di Indonesia kami memiliki kedudukan hukum untuk memperjuangkan undang-undang pemilu yang bisa menjamin Pemilu jujur adil demokratis tersebut bisa terwujud," kata Titi. </span> (sur)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Eks Komisioner KPU Gugat Ambang Batas Pencalonan Presiden"
Post a Comment