Pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) yang terjadi di Malaysia, Rabu (9/5), kemarin dengan terpilihnya Mahathir Muhammad (92) sebagai perdana menteri tentunya menjadi sejarah baru dalam perpolitikan di negeri Jiran tersebut.
Selain menjadi pemimpin tertua di dunia, partai Pakatan Harapan yang menjadi kendaraan kemenangan dalam menundukan partai Barisan Nasional pun menjadi catatan sejarah tersendiri.
Pasalnya, partai Barisan Nasional yang mengusung kembali Najib Razak sudah berkuasa atas pemerintahan Malaysia selama 61 tahun lamanya sejak kemerdekaan negara itu pada tahun 1957.
Dalam Pemilu tersebut, setidaknya untuk mengklaim mayoritas di Parlemen, partai atau koalisi harus mengamankan sebanyak 112 kursi. Pada situasi tersebut, koalisi Pakatan Harapan yang dipimpin Mahathir meraih 121 suara, bersama dengan aliansi kecil di Malaysia bagian Kalimantan. Sementara, koalisi Barisan Nasional hanya meraih 79 suara.
Padahal, jelang pemilihan, sebuah lembaga survei masih mengeluarkan prediksinya, menilai bahwa keterpilihan Najib Razak selaku incumbent masih sangat tinggi. Seperti yang disampaikan lembaga survei independen Malaysia Merdeka Center menunjukkan kemungkinan Perdana Menteri Najib Razak masih sangat tinggi. Meski demikian, popularitasnya terus menurun.
Menurut Merdeka Center, koalisi Barisan Nasional masih tetap memegang suara terbanyak di Malaysia. Walaupun, diprediksi koalisi Najib hanya mampu meraup 37,3 persen suara populer di Semenanjung Malaysia. Sedangkan koalis oposisi Pakatan Harapan diperkirakan mampu meraih dukungan hingg 43,4 persen suara.
Survei menuturkan Najib hanya mampu mengamankan 100 kursi dari 222 kursi di Parlemen. Sementara Mahathir hanya mendapat 83 kursi parlemen. Sejak memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1963, sudah ada beberapa perubahan atau evolusi terhadap sisitem pemilihan umum di Malaysia. Malaysia bergabung dengan Singapura di bawah Federasi Malaya, tetapi kemudian Singapura segera memilih untuk keluar dari federasi pada 1965 untuk membentuk Negara sendiri.
Pasca keluarnya Singapura dari Federasi Malaya, Malaysia mengadakan pemilihan umum sebelum memperoleh kemerdekaan pada 1959 dan sebelum pemisahan pada 1964. Pemilihan umum Malaysia yang pertama setelah dibubarkannya federasi diadakan pada 1969. Setelah itu Malaysia telah menyelenggarakan pemilihan umum setiap empat sampai lima tahun sekali.
Sebagai Negara yang menganut sistem demokrasi parlementer yang bentuknya adalah monarki konstitusional dengan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Malaysia menerapkan sistem multi partai. Partai yang berkuasa di Malaysia, merupakan kumpulan partai yang beraliansi sebagai Barisan Nasional dimana di dalamnya termasuk UMNO (United Malays National Organization).
Selain itu, ada pula partai lainnya, yang berada di luar Barisan Nasional seperti Democratic Action Party dan Partai Keadilan Rakyat (PKR). Sehingga dengan sistem partai itu, Malaysia memiliki sekitar 30 partai politik yang kesemuanya memiliki wakil di parlemen.
Eksekutif, kepala negara Malaysia adalah Yang Dipertuan Agong. Yang Dipertuan Agong menjabat selama 5 tahun dan dipilih dari 9 Sultan di 9 negara bagian secara bergilir.
Negara bekas jajahan Inggris ini, system politinya mengadopsi dari system Westminster, dimana anggota di kabinet dipilih dari anggota kedua badan di parlemen.
Legislatif Malaysia memiliki sistem bicameral yang terdiri dari Senat (Dewan Negara) dan House of Representatives -HoR (Dewan Rakyat). Dengan komposisi kursi, senat menguasai 70 kursi di parlemen sementara HoR menguasai 219 kursi. 44 anggota senat ditunjuk oleh pemimpin tertinggi sementara 26 lainnya ditunjuk oleh badan pembuat UU di negara bagian. Untuk, anggota HoR dipilih melalui popular vote untuk masa jabatan selama 5 tahun.
Mengenal Sosok Mahathir Muhammad dan rivalnya
(Novrizal Sikumbang)
http://www.aktual.com/pemilu-malaysia-dan-efeknya-ke-indonesia/Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemilu Malaysia dan Efeknya ke Indonesia"
Post a Comment