Seperti diketahui, ketika memimpin Golkar periode 1999-2004, Akbar yang juga menjabat sebagai Ketua DPR tersebut pernah terjerat kasus korupsi dana nonbujeter Bulog, atau lebih dikenal dengan kasus Buloggate pada medio 2000-an. Akbar ketika itu terbebas dari jerat hukum setelah kasasinya diterima Mahkamah Agung.
"Kalau dilihat dari segi kasusnya, tentu berbeda. Sangat berbeda. Apalagi dikaitkan dengan volume dana yang diduga terjadi suatu tindak pidana korupsi yaitu Rp5,9 triliun biaya APBN untuk e-KTP dan Rp2,3 triliun kerugian negara," kata Akbar di kediamannya, Jakarta, Minggu (23/7).
"Jadi beda sekali. Dan di situ secara pribadi saya tidak ada kaitannya soal Rp40 miliar itu karena yang melaksanakan pembagian sembako itu adalah yayasan," kata Akbar.
Namun, Akbar mengatakan, dalam konteks asas praduga tak bersalah, dirinya menghormati proses hukum yang ditempuh Setya. Akan tetapi, menurutnya, Golkar juga harus mendengar aspirasi publik melalui survei.
"Kalau kita lihat semakin lama surveinya semakin turun, apa kita biarkan? Saya termasuk yang tidak membiarkan, kita harus mengambil langkah-langkah supaya tren menurun itu tidak terus berjalan," ujarnya.
Partai Golkar juga sebelumnya menyatakan tidak menyiapkan pengganti posisi Setya Novanto di kursi Ketua DPR setelah ditetapkan sebagai tersangka. Hal itu juga sekaligus menyatakan tidak ada pergantian Ketua Umum melalui Munaslub. (gil)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Akbar Tandjung Singgung Kasus Bulogate Vs e-KTP Era Setnov"
Post a Comment