Ahok saat ini resmi menyandang status narapidana dalam kasus penodaan agama. Dia dapat diberhentikan dari jabatannya sesuai amanat pasal 78 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Kalau Ahok terima (putusan hakim), jaksa terima, maka dia masuk penjara, setelahnya di pleno, kemudian Mendagri kirim surat ke Presiden untuk diberhentikan," kata Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pudjianto kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/6).
Ahok selama ini belum diberhentikan sebagai gubernur DKI Jakarta karena status hukum terkait kasusnya belum bersifat tetap. Ia menyandang status nonaktif sebagai gubernur. Pemerintah pusat menunjuk Djarot Saiful Hidayat, wakilnya, sebagai pelaksana tugas gubernur Jakarta.
Walau belum diberhentikan, Ahok telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai gubernur ke pemerintah pusat. Permohonan itu sudah dibahas di rapat paripurna DPRD DKI Jakarta, dan sudah disampaikan ke Kemendagri serta Presiden melalui Sekretariat Negara.
Sigit berkata, ketetapan status hukum kasus Ahok membuat bekas Bupati Belitung Timur itu harus diberhentikan alih-alih mengundurkan diri.
"Setiap putusan bagi kepala daerah yang tersangkut kasus begitu putusannya inkracht, diterima, dan tidak ada yang banding atau gugat, maka karena dia masuk penjara akan diproses, diberhentikan. Jadi bukan karena ia mengundurkan diri," katanya.
Berdasarkan ketentuan UU Pilkada, DPRD harus mengadakan paripurna yang dihadiri minimal 3/4 anggotanya sebelum memberi pendapat atas status kepala daerah yang hendak diberhentikan. Setelahnya, pendapat diberikan pada presiden melalui Kemendagri.
Mendagri akan mengirim permohonan pembuatan Surat Keputusan (SK) pemberhentian Ahok kepada presiden pasca diterimanya pendapat dari DPRD.
"Iya (DPRD DKI harus pleno) ini putusannya sudah jelas. Kemendagri tunggu hasil pleno," katanya. (pmg)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Status Hukum Ahok Bersifat Tetap, DPRD Wajib Gelar Paripurna"
Post a Comment