Pada kemarin siang, dewan pengurus daerah (DPD) PDI Perjuangan dan Golkar telah sepakat bekerja sama menghadapi pilkada serentak. Kesepahaman itu terjadi usai silaturahmi kedua DPD partai tersebut di Kantor DPD PDIP Jawa Barat, Jalan Pelajar Perjuangan, Kota Bandung, Rabu (9/8).
Dalam pertemuan itu hadir Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Ketua DPD PDIP Jawa Barat Tubagus Hasanudin. Usai pertemuan, Dedi mengatakan silaturahmi itu baru membahas pilkada serentak di 16 kabupaten/kota.
"Sementara itu untuk Pilgub Jabar adalah pembicaraan setelah pemilihan bupati wali kota. Untuk Pilgub Jabar kita serahkan ke DPP karena tingkatannya di situ," kata Dedy seperti dikutip dari Antara.
Menanggapi pertemuan DPD tersebut bakal berimbas pada pilgub Jabar, pengamat politik dari Universitas Parahyanan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf menilai itu bukanlah suatu kerja sama politik yang final.
"Masih tujuh bulan lagi sebelum pendaftaran [pilgub Jabar], saya belum pasti komunikasi PDIP dan Golkar ini adalah sesuatu yang sudah final. Masih terlalu dini," kata Asep dalam perbincangan telepon dengan CNNIndonesia.com, Rabu (9/8).
Guru besar di Unpar itu mengatakan komunikasi antarpartai untuk Pilkada Jabar masih bisa terjadi hingga detik terakhir pendaftaran di KPUD.
Sementara itu, PDIP sejauh ini masih belum menonjolkan kandidat kuat. Pada penyaringan PDIP atas kandidat nama terunggul yang muncul ada Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa, Bupati Majalengka Sutrisno, Sekretaris DPD PDIP Jabar Abdy Yuhana, dan anggota DPR RI Puti Guntur Soekarno.
Sekda Jabar Iwa Karniwa dianggap memiliki potensi pada Pilkada Jabar 2018 (Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa).
|
Di antara nama-nama tersebut, Asep menilai, Iwa sebagai sosok yang potensial mengigat kapasitasnya sebagai Sekda Jabar. Namun, sambung Asep, kapasitas Iwa yang bukan kader PDIP membuat partai tersebut bakal mengedepankan opsi untuk Pemilu dan Pilpres 2019.
Lebih lanjut, Asep menduga akan ada tiga poros dalam pilgub Jabar mendatang. Itu merujuk pada sosok-sosok yang muncul di tiga teratas dan kebetulan ada pada kubu yang berbeda.
"Namun, bagi saya sebagai orang Jabar, peta politik ini masih bisa berubah. Bisa jadi Ridwan Kamil justru merapat ke PDIP ketika mendekati tenggat waktu pendaftaran. Atau ada kemunculan kandidat lain misal dari PPP, PKB, PAN, dan Demokrat," kata Asep.
Secara terpisah, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi memuji kerja sama politik yang dijalin antara partai jelang pilkada serentak. Ia pun memaklumi ketika dalam komunikasi politik di depan publik, DPD Golkar dan PDIP tak menyebut unggulan mereka untuk pilgub Jabar.
"Itu menandakan bukan figur walaupun memang bagian utama. Ini menandakan parpol ingin bekerja sama sebelum menentukan calon dalam pilkada," ujar Muradi.
Senada dengan Asep, Muradi pun menilai kerja sama parpol dan kandidat yang akan muncul itu masih cair. Walaupun, katanya, parpol-parpol pengusung tak akan melupakan tingkat elektabilitas selain popularitas kandidat.
Deddy Mizwar, kata Muradi, memiliki basis dukungan yang kuat dari PKS dan juga, berpeluang mendekat ke Gerindra. Namun, Muradi tak menilai pilkada Jabar akan terpengaruh oleh wacana agama seperti yang terjadi di pilkada DKI Jakarta 2017.
Tapi, sambungnya, tak berarti gagasan-gagasan agama tak bermain penting dalam Pilkada Jabar. Salah satunya, kata Muradi, ketika PAN mencetuskan ide mengusung tokoh agama, Abdullah Gymnastiar. Sosok yang akrab disapa Aa Gym itu dimunculkan PAN seiring aktris yang juga anggota DPR Desy Ratnasari dan Wali Kota Bogor Bima Arya.
"Untuk Aa Gym popularitasnya memang bagus, tapi bagaimana dengan elektabilitas dan bagaimana caranya meningkatkan hal tersebut adalah hal yang harus diselesaikan pengusungnya," kata Muradi.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menakar Peta Kekuatan di Pilkada Jabar 2018"
Post a Comment