Wiranto mengatakan, pelibatan TNI dalam revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme tidak akan melampaui proses penegakan hukum yang dilakukan kepolisian dan proses peradilan. Selama ini pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sistemnya masih bersifat BKO sesuai kebutuhan, tidak seperti di negara lain.
"Terorisme yang berpusat di Poso itu kan sudah melibatkan TNI, tapi masih sistem BKO. Itu proses administrasinya panjang, harus diminta dulu, disiapkan dulu," kata Wiranto di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/5).
Sistem tersebut, kata Wiranto, menyulitkan penanganan terorisme yang membutuhkan tindakan cepat. Sebab menurutnyanya, meski ada TNI di wilayah peristiwa terorisme, militer tidak bisa bergerak tanpa perintah BKO.
"Ini kan tidak wise (bijak). Tidak pada tempatnya, tidak rasional. Maka kami hanya minta supaya kita realistis bisa melawan terorisme itu. Toh, yang rugi juga rakyat kalau kita biarkan," katanya.
Wiranto menegaskan perlu pelibatan TNI secara langsung untuk mengatasi persoalan tersebut. Hal ini agar penindakan dan penanganan terorisme dapat dilakukan dengan cepat.
"Kami tidak akan hanya BKO, tapi pelibatan langsung. Nah, langsung bagaimana? Nanti dibahas di sana (pansus) detailnya, tapi secara substansial kita sudah ketemu, bahwa TNI akan dilibatkan," kata Wiranto.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menginginkan agar TNI diberi kewenangan untuk memberantas terorisme. Untuk itu, Jokowi menginstruksikan Wiranto agar kewenangan TNI itu dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Beri kewenangan TNI untuk masuk RUU ini. Tentu saja dengan alasan-alasan yang saya kira Menko Polhukam sudah mempersiapkan ini," ujar Jokowi di Istana Bogor, Senin (29/5).
Tak hanya itu, ia juga mengamanatkan Wiranto segera menyelesaikan urusan revisi UU antiterorisme bersama parlemen. Di sisi lain, TNI sendiri memiliki kewenangan untuk melakukan operasi militer selain perang berdasarkan UU 34/2004 tentang TNI.
|
Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan menyebut Wiranto sebagai promotor pelibatan TNI dalam RUU anti-terorisme. Salah satu anggota koalisi, Puri Kencana Putri mengatakan, ada siklus bahwa Wiranto seperti seorang promotor TNI dalam revisi beleid tersebut.
"Seperti seorang promotor agar TNI masuk ke panggung penegakan hukum," kata Puri di Kantor Imparsial, Jakarta.
Menurutnya, Wiranto juga pernah menggunakan rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya untuk menempatkan ABRI sebagai elemen terdepan apabila keadaan dan keselamatan negara itu terancam.
"19 tahun lalu Wiranto sudah menawarkan satu konsep rancangan undang-undang yang disebut penanggulangan keadaan bahaya," kata Puri.
Puri menilai, pelibatan TNI dalam penanganan teroris bukan keputusan dan solusi yang baik bagi Indonesia. Koalisi masyarakat sipil menilai TNI memiliki sejarah buruk di Indonesia ketika berlaku seenaknya pada masyarakat, seperti penyiksaan atau penculikan aktivis pada masa lalu.
Lagi pula, kata Puri, jika ingin melibatkan TNI dalam penanganan teroris tidak perlu diatur dalam RUU anti-terorisme. Pasalnya TNI tetap bisa mengatasi teroris dan sudah diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pada pasal 7 UU tersebut dijelaskan, tugas pokok TNI untuk memberantas teroris bisa dilakukan dengan operasi militer selain perang. Ketentuan tersebut bisa dilakukan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara yang dikeluarkan oleh presiden.
"Penanganan hal-hal terorisme itu harus garis lurus dengan melawan praktek militerisme," katanya.
Ia mengingatkan agar peristiwa bom di Kampung Melayu tidak hanya dijadikan indikator untuk mempercepat RUU anti terorisme dan pelibatan TNI.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menyampaikan hal serupa. Menurutnya pelibatan TNI dalam menegakkan hukum pidana merupakan langkah mundur dalam reformasi.
Dia mengatakan, selama ini pemerintah mengklaim penanganan teroris di Indonesia telah berhasil. Hal itu menjadi kebanggaan dan dikampanyekan secara internasional.
"Sekarang dianggap ada kegagalan dan perlu keterlibatan TNI, ini menegasikan keberhasilan yang sebelumnya dikatakan," kata Isnur.
Isnur memandang Indonesia sering kali menyalahkan produk hukum ketika implementasinya tidak berhasil. Padahal RUU anti-terorisme belum tentu menjadi solusi. Dia menilai, bisa jadi kesalahan terletak pada pola koordinasi dan implementasi. (pmg)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tanpa BKO, Wiranto Ingin TNI Tangani Langsung Terorisme"
Post a Comment