"Kami sudah mengirim surat, pertama (ingin bicara) bagaimana posisi lembaga negara ini kan. Kami juga sudah meminta waktu, sebetulnya kami harap bisa diterima hari Rabu (17/5) kemarin, tapi belum," ujar Hemas di Kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Jakarta, Kamis (18/5).
Menurut Hemas, posisi Ketua DPD RI hasil pemilihan tahun ini harus dibahas karena prosesnya diselimuti kontroversi. Ia menilai jabatan Oesman bertentangan dengan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2014.
Menurut pengakuan Hemas, sidang gugatan terhadap MA dilakukan setelah ia dan sepuluh anggota DPD lain menganggap ada kejanggalan pada proses pelantikan pimpinan baru DPD yang dipimpin oleh MA, 4 April lalu. Sidang di PTUN itu dirancang selesai pada 18 Juni.
Konflik DPD muncul karena pelantikan dilakukan usai MA menerbitkan putusan Nomor 38 P/HUM/2016 dan Nomor 20 P/HUM/2016 yang mencabut aturan soal masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun, seperti diatur dalam Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017.
Putusan itu sekaligus memberlakukan kembali Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2014 tentang masa jabatan pimpinan DPD selama lima tahun.
Di sisi lain, Hemas berpandangan pelantikan itu mengacu pada aturan di Tata Tertib Nomor 1/2017.
"Kami dukung MA untuk menyelesaikan persoalan ini. Pengajuan kami ke PTUN adalah salah satu cara bagi MA juga untuk mengembalikan citranya dan melaksanakan tugasnya dengan lebih baik ke depan," tuturnya.
Ia menganggap seharusnya DPD fokus membahas tugas dan fungsi mereka yang selama ini masih sangat kecil dan terbatas, alih-alih berkonflik.
"Ini bisa jadi momentum menata kembali DPD, kalau kita pandang lembaga ini perlu dipertahankan," kata Salang.
Saat ini DPD dipimpin oleh Ketua Oesman Sapta dan wakilnya Damayanti Lubis serta Nono Sampono. Sementara, pimpinan DPD terdahulu adalah Muhammad Saleh didampingi Hemas dan Farouk Muhammad. (wis)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "GKR Hemas Ingin Temui Jokowi Bahas Konflik DPD"
Post a Comment