Search

DPR Kritik Jam Belajar Full Day School

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy diminta melakukan sosialisasi dan komunikasi secara masif kebijakan "Lima Hari Sekolah" yang akan dijalankan pada tahun ajaran baru. Kebijakan baru yang disebut full day school itu nantinya akan memberlakukan waktu belajar delapan jam sehari.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai, setidaknya ada tiga persoalan yang harus diselesaikan sebelum kebijakan ini diberlakukan. Ketiganya terkait perubahan aturan jam belajar, beban kerja dan jumlah guru, serta sarana dan prasarana atau ketersediaan ruang kelas ideal.

“Kalau 8 jamnya 60 menit (1 jam pelajaran), maka mulai jam 7 selesai jam 3. Kalau 45 menit, maka akan berkurang menjadi pulang jam 1. Kalau plus istirahat maka pulang jam 3. Aturan seperti ini harus klir, kalau tidak klir, berbahaya,” kata Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/6).

Berdasarkan kunjungan kerja Komisi X DPR ke Medan, Sumatera Utara pekan lalu, menurutnya ada keluhan dari Dinas Pendidikan setempat jika para siswa harus pulang sekolah hingga sore.

Hal ini lantaran banyak siswa yang terbiasa makan di rumah pada siang hari. Dalam arti lain, jika sekolah sampai sore, maka siswa memerlukan fasilitas kantin yang memadai. "Tidak banyak sekolah yang memiliki kantin ideal,” katanya.

Sementara itu, dari sisi guru, Fikri menyebutkan, pemerintah saat ini masih menghadapi jumlah tenaga pendidik yang terbatas di daerah.

Untuk sarana dan prasarana, Fikri menilai, pemberlakuan delapan jam atau lima hari sekolah, harus didukung oleh infrastruktur yang baik. Sebab, menurutnya dari sekitar 1,8 juta ruang kelas di seluruh Indonesia hanya sekitar 450-500 ribu ruang kelas dalam kondisi baik.

“Bagaimana jika anak-anak yang sekolah siang harus dipadatkan menjadi pagi semua. Bagaimana dengan fasilitas laboratorium, komputer, dan sarana prasarana lainnya. Ini tentu harus dipikirkan baik-baik,” kata Fikri.

Usaha memperbaiki ruang kelas yang selama ini dilakukan, menurutnya juga perlu didukung dengan penambahan anggaran agar dapat selesai sesuai target lima tahun.

Selain itu, Fikri meminta agar Muhadjir juga melakukan sosialisasi dengan ormas NU dan Muhammadiyah yang banyak mengelola lembaga pendidikan.

“Penyelenggara pendidikan terbesar adalah ormas NU dan Muhammadiyah. Kalau mereka merespons negatif, akan berbahaya. Tapi, kalau dijawab kegelisahan mereka, tentu tidak masalah,” ujar Fikri.

Sebelumnya, kebijakan lima hari sekolah telah diterbitkan Senin kemarin. Selain itu, telah terbit pula PP Nomor 19/2017 tentang Beban Tugas Guru, di mana beban mengajar tatap muka minimal dari 24 jam dalam sepekan menjadi 40 jam yang mengacu pada standar kerja ASN.

Muhadjir sendiri saat rapat kerja dengan Komisi X DPR mengklaim kebijakan dalam program pendidikan penguatan karakter (ppk) ini telah diujicobakan lebih dari 9 ribu sekolah di Indonesia.

"Tahun lalu 1.500 sekolah terlibat piloting. Tahun ini 5.000 tapi yang ikut melebihi hampir 9.000 lebih atau 9.830 sekolah. Ada 11 kabupaten/kota yang sukarela berlakukan seluruhnya," ujar Muhadjir.

Muhadjir juga menekankan bahwa aturan ini tidak berarti siswa harus belajar seharian penuh di sekolah. "Yang dimaksd 8 jam belajar tidak selalu berada di kelas dan di lingkungan sekolah. Bisa di luar sekolah," katanya. (pmg/gil)

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "DPR Kritik Jam Belajar Full Day School"

Post a Comment

Powered by Blogger.