Di satu sisi, ia selalu mengatakan di hadapan publik bahkan dirinya tidak akan membiarkan segala bentuk upaya pelemahan KPK. Tapi di sisi lain untuk kesekian kalinya Jokowi menegaskan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan pansus merupakan domain parlemen.
Mungkin Jokowi masih dilema. Pansus angket beranggotakan partai pendukung pemerintahan, seperti PDI Perjungan, Golkar, PPP, Hanura, dan NasDem. Gelagat itu dibaca pula oleh pengamata politik dari Universitas Paramadina Jakarta, Hendri Satrio.
"Mungkin beliau bingung, mau nolak tapi yang minta partai pendukung, mau bilang iya takut dicitrakan ingin ikut melemahkan KPK," kata Hendri kepada CNNIndonesia.com.
Pada dasarnya, menurut Hendri, menyetujui rapat konsultasi tidak akan menjadi permasalahan baru bagi Jokowi. Namun, ada syaratnya. Rapat konsultasi dianjurkan terbuka sehingga masyarakat bisa mengetahui langsung pandangan Presiden dan parlemen mengenai KPK.
"Sehingga presiden tidak terbebani bila ternyata rekomendasi pansus seperti melemahkan KPK," tuturnya.
Itu lebih baik daripada langsung menolak konsultasi, yang nantinya bisa jadi bumerang bagi mantan Gubernur DKI Jakarta ini. Jika rapat konsultasi dilakukan tertutup pun, masyarakat tidak bisa menilai apa betul ada upaya pelemahan KPK.
"Nanti rakyat salahkan presiden, karena sebetulnya ada kesempatan bagi presiden mencegah rekomendasi pelemahan itu," ucap Hendri.
Rapat terbuka yang dilakukan di DPR dinilai menjadi langkah alternatif bagi Jokowi. Hal itu tidak akan berdampak buruk baginya, sebab banyak pihak sudah menyangka dirinya tidak akan menerima ajakan itu.
Hendri pun menyatakan, rapat konsultasi berbeda dengan gelar perkara sehingga tak bermasah jika dilakukan terbuka.
"Malah bagus buat Jokowi. Saat ini semua menyangka Jokowi tidak datang. Begitu datang, mantap,” tuturnya. </span> (rsa)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dilema Jokowi, antara Pansus dan Tudingan Pelemahan KPK"
Post a Comment