Hal itu dikatakan dia terkait kritikan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik dan Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto. Keduanya menyebut, usul pemilihan pemimpin DKI oleh DPRD menandakan Djarot tidak konsisten.
Usai pengesahan UU Pilkada terdahulu, pada 2014, Basuki T Purnama alias Ahok, yang berpasangan dengan Djarot di Pilkada DKI 2017, menolak aturan tentang pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Alasannya, kepala daerah mudah tersandera parlemen. Penolakan yang sama disampaikan saat musim kampanye Pilkada 2017."Begini, Pak Ahok enggak setuju karena yang mengajukan (Cagub-Cawagub) itu DPRD, fraksi-fraksi. Nah, kami usulkan yang mengajukan itu Presiden," kata Djarot, di sela-sela peresmian markas pemadam kebakaran di area kantor Badan Intelijen Negara (BIN), Jakarta, Jumat (22/9).
Jika itu bisa diwujudkan, lanjutnya, potensi perpecahan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta bisa dikurangi.
"Banyak kasus terjadi dalam Pilkada ini, belum satu tahun, kepala daerah dan wakil pecah kongsi, berkelahi. Bagaimana ini?," cetusnya.
Selain itu, mantan wali kota Blitar ini juga berasalan, usulannya ini bisa memperkuat sifat keistimewaan DKI Jakarta. Keistimewaan itu harusnya membuat Jakarta tidak bisa dilepaskan dari Pemerintah Pusat dan kawasan penyangga ibu kota lainnya. Namun demikian, ia menyerahkan detail pembahasan ide ini kepada DPR.
Lantaran itu, Djarot santai menghadapi kritik dari DPRD tentang gagasannya itu, dan meminta para pengritik melihat secara utuh pidatonya.
"Biar saja, enggak apa-apa. Lihat pidato saya secara lengkap. Asumsi, argumentasi, latar belakang, sehingga pemikirannya itu tidak bisa sepotong-sepotong, harus holistik," ucapnya.
Saat ditanya tentang kemunduran demokrasi akibat usulan itu, Djarot enggan menjawabnya dan kemudian berlalu.
Sebelumnya, usulan tersebut disampaikan Djarot saat dirinya membuka Focus Group Discussion (FGD) soal Substansi Perubahan Revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 itu tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota NKRI, belum lama ini. Dia juga menilai, metode perhitungan kemenangan 50 persen plus 1 adalah biang kegaduhan."Demokrasi dalam daerah khusus tidak hanya bisa dimaknai oleh one man one vote. Bisa juga (Gubernur) dipilih oleh DPRD atas usul Presiden, sehingga menjadi satu kesatuan," kata Djarot, ketika itu. </span> (arh/djm)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Djarot Santai Dikritik soal Gubernur Jakarta Dipilih DPRD DKI"
Post a Comment