Lima isu krusial yang saat ini masih belum menemui titik kesepakatan adalah sistem pemilu, ambang batas parlemen (parliamentary threshold), ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), alokasi kursi per daerah pemilihan (dapil), dan metode konversi suara.
Isu krusial mengenai sistem pemilu merupakan salah satu persoalan yang masih diperdebatkan. Dalam perkembangan, ada tiga sistem yang ditawarkan, yakni sistem terbuka, sistem tertutup, dan sistem terbuka terbatas.
Fraksi Golkar dan PDIP menghendaki sistem tertutup. Sistem terbuka dikehendaki oleh fraksi PKS, Gerindra, PAN, Nasdem, Hanura, PKB, PPP, dan Demokrat. Sementara pemerintah berpendapat sistem pemilu perlu menggunakan sistem terbuka terbatas.
Sistem pemilu terbuka merupakan sistem dengan calon suara terbanyak. Sistem itu telah digunakan pada Pemilu 2009 dan 2014. Sementara sistem tertutup merupakan sistem memilih gambar partai di mana calon akan ditentukan partai. Sistem terbuka terbatas merupakan sistem dengan calon nomor urut teratas akan terpilih jika suara partai lebih banyak dari calon.
Ambang batas parlemen telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada Pemilu 2009, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional dan hanya diterapkan dalam penentuan perolehan kursi DPR tapi tidak berlaku untuk DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota.
Pada Pemilu 2014, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD. Setelah digugat oleh 14 partai politik, Mahkamah Konstitusi kemudian menetapkan ambang batas 3,5 persen tersebut hanya berlaku untuk DPR dan ditiadakan untuk DPRD.
Sejumlah fraksi seperti Gerindra dan Demokrat justru berharap presidential threshold ditiadakan atau nol persen karena pelaksanaan Pileg digelar serentak dengan Pilpres.
Sedangkan fraksi lain, seperti PPP, memilih jalan tengah dengan berharap presidential threshold bisa berada pada angka 10-15 persen.
Terakhir, terkait dengan metode konversi suara, ada dua opsi yang akan diputuskan, yakni metode Quota Hare dan metode Sainta Lague Murni. Pemerintah berpandangan metode konversi yang saat ini harus diubah dengan metode Sainta Lague Murni. Sementara sejumlah fraksi berharap tetap menggunakan sistem Quota Hare.
Pengambilan keputusan atas lima isu krusial RUU Pemilu itu sedianya diketok kemarin. Namun pemerintah absen dan meminta rapat diundur hari ini. Kini pemerintah dan anggota dewan masih berembuk melakukan lobi-lobi keputusan atas lima isu krusial RUU Pemilu. (gil)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lima Isu Krusial RUU Pemilu yang Bakal Diketok Pansus"
Post a Comment