Yulianis, anak buah mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin yang hadir dalam RDPU seolah berperan menjadi ‘saksi’ dalam rapat pansus angket dengan anggapan KPK sebagai ‘terdakwa’.
Terjangan pertanyaan bertu-tubi dilayangkan oleh sejumlah anggota Pansus Angket KPK yang kala itu berperan sebagai ‘hakim’. Pertanyaan itu pun satu persatu dijawab dengan lugas oleh perempuan yang pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Keuangan PT Permai Group milik Muhammad Nazaruddin.
Bahkan, Yulianis disumpah di bawah kitab suci sebelum bersaksi dihadapan anggota Pansus.
Yulianis adalah saksi pertama yang dihadirkan Pansus Angket KPK. Ia dipanggil karena pernah berurusan dengan KPK dalam kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan Mohammad Nazaruddin.
Salah satu adegan paling menarik dalam rapat itu terjadi saat anggota pansus, Arteria Dahlan mendalami kesaksian Yulianis soal dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan bosnya.
Dalam kesempatan itu, Arteria mempertanyakan seluruh tindakan yang dilakukan oleh Yulianis untuk memberi informasi kepada KPK soal kasus pencucian uang tersebut. Ia geram KPK tidak menindaklanjuti dugaan kasus itu.
Politikus PDIP ini menilai, pencucian uang adalah tindak pidana yang serius. Mantan Ketua MA Akil Mochtar dihukum penjara sumur hidup karena kasus ini, meski dengan aset yang jauh lebih kecil di bandingkan dengan Nazaruddin.
“Saudara saksi pernah enggak mengatakan kepada KPK, ‘hai KPK ini TPPU’,” tanya Arteria.
Menjawab pertanyaan itu, Yulianis mengaku sudah menyampaikan peringatan tersebut ke KPK dengan memberi tahu KPK bahwa ada salah satu aset milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu yang tetap beroprasi meski sudah terbukti hasil pencucian uang yakni Tower Permai.
“Saya sudah mengatakan ke KPK. Mereka bilang Nazaruddin melakukan perlawanan hukum untuk semua asetnya dia,” ujar Yulianis.
Yulianis menduga, KPK kalah dalam perlawanan hukum yang dilakukan Nazaruddin sehingga sejumlah aset milik Nazaruddin dibiarkan tetap beroperasi dan akhirnya berpindah kepemilikan.
Pasalnya, data yang milikinya menunjukkan KPK tidak berhasil menyelesaikan kasus pidana hingga ke semua aspek.
“Pertanyaan saya, ada berapa puluh atau ratus proyek sebenarnya yang tidak diproses hukum. Ini penting sebab penegakan hukum KPK selama ini membuktikan bahwa KPK gagal mengembalikan aset negara,” ujar Anas.
Menjawab hal itu, Yulianis menyampaikan, KPK hanya menangani lima dari puluhan proyek yang dimiliki Nazaruddin, yakni proyek pengadaan PLTS Mesuji senilai Rp8,7 miliar, pengadaan Universitas Udayana Bali senilai Rp18 miliar, wisma atlet senilai Rp174 miliar, serta dua pengadaan alat laboratorium di Univeristas Airlangga seniali Rp49,1 miliar dan Rp38,8 miliar.
Yulianis disumpah dengan Alquran sebelum memberikan keteranganya di depan Pansus KPK. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
|
Bahkan, Agun menilai, Yulianis harusnya turut dijerat pidana karena menjadi bagian dalam perusahaan tersebut.
Selain itu, dia juga meminta Yulianis menyebut siapa saja yang harus bertanggung jawab dalam korupsi yang dilakukan Nazaruddin.
“Bisa dikatakan siapa-siapa saja yang bertanggung jawab,” tanya Agun.
Yulianis menjawab, bukan hanya Nazaruddin dan dirinya yang harus bertanggungjawab atas segala korupsi tersebut. Sejumlah nama juga seharusnya di jerat oleh KPK, di antaranya Muhammad Hasyim (adik Nazaruddin), Nazaruddin Nasir (adik Nazaruddin), Neneng Sri Wahyuni (Istri Nazaruddin), Mindo Rosalina (anak buah Nazaruddin), dan Minarsih (anak buah Nazaruddin).
“Rosa sudah bertanggung jawab, Minarsih sudah walaupun kasusnya seperti dicari-cari. Saya sudah bicara dengan KPK kalau mau memenjarakan saya dari sekarang. Itu sudah enam tahun yang lalu saya sudah bicara sama KPK,” ujar Yulianis.
Dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh Nazaruddin berkaitan dengan munculnya perusahaan baru dan sejumlah aset milik Nazaruddin yang masih tersimpan rapi setelah dirinya diringkus KPK.
Sebelum tanya-jawab terjadi Yulianis mengatakan, Nazaruddin memiliki banyak aset berharga, mulai dari gedung perkantoran, ruko, rumah mewah, saham, deposito, pabrik, kendaraan, uang di bank, hingga lahan perkebunan kelapa sawit.
Aset Nazaruddin, kata Yulianis, sebagian kecil sudah disita atau dijadikan bukti oleh KPK, hingga Kejaksaan. Sementara, sebagaian besar aset yang lain dipindah tangan hingga, disewakan, diagunkan ke bank.
Sejumlah aset Nazaruddin yang sempat tidak tersentuh KPK, di antaranya Gedung Tower Permai di Jakarta Selatan dan ruko di kawasan Bekasi yang digunkan ke bank sebesar Rp4 miliar. Selain itu, adapula bangunan di Riau yang diagunkan ke bank untuk membelli 17 unit truk.
Raja Proyek Pemerintah
Dalam rapat dengar pendapat umum itu, Yulianis memaparkan, Nazaruddin adalah seorang pengusaha nakal di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bisnis utama Nazaruddin kala itu adalah proyek-proyek yang dimiliki oleh pemerintah.
Keuntungan dari proyek itu oleh Nazaruddin kemudian diubah menjadi sejumlah aset, seperti kebun kelapa sawit hingga jasa penukaran uang asing.
“Sejak menjadi Pelaksana tugas Bendum (Demokrat) inilah proyek-nya melesat,” ujar Yulianis.
Sebagai pebisnis nakal, cara berbisnis Nazaruddin terbilang umum. Ia diketahui membuat perusahaan fiktif dengan komposisi direktur-direktur boneka yang notabene merupakan pegawainya.
Nazaruddin disebut Yulianis sebagai raja proyek ketika menjabat sebagai bendaraha umum Partai Demokrat. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
“Seluruh karyawan dipaksa menjadi direktur boneka. Jika tidak mau maka Nazaruddin akan memecat dan mengkriminalisasikannya lewat jalur hukum,” ujarnya. Cemerlangnya kejahatan Nazaruddin terlihat dari jumlah proyek yang digarap perusahaanya. Pada tahun 2006, Nazaruddin diketahui hanya memiliki tujuh proyek dengan kategori pengadaan yang nilainya Rp88 miliar.
Namun, jumlah proyek Nazaruddin semakin bertambah tiap tahunnya hingga mencapai puluhan proyek milik pemerintah pada tahun 2010 dengan total nilai proyek mencapai Rp7,73 triliun. Pengerjaan proyek terbagi dua, yakni oleh perusahaan pribadi Nazaruddin dan meminjam bendera perusahaan orang lain.
Proyek Nazaruddin tersebar di sejumlah kementerian, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Badan Usaha Milik Negara, hingga Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
“Pak Nazaruddin itu kuat di proyek yang ada di Komisi III, V, VIII, IX, dan X,” ujar Yulianis. (sur)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Drama Pengadilan di Rapat Pansus dan Gurita Bisnis Nazaruddin"
Post a Comment