Hal tersebut, kata Fadli, dapat terlihat dari penghapusan beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas.
"Misalnya saja, Perppu tersebut menghapuskan Pasal 68 UU Ormas yang mengatur ketentuan pembubaran melalui mekanisme lembaga peradilan," kata Fadli melalui keterangan resmi kepada wartawan, Rabu (12/7).
Pasal lain juga dihapus dalam perppu tersebut. Pasal 54 mewajibkan pemerintah untuk meminta pertimbangan hukum dari MA dalam hal penjatuhan sanksi terhadap ormas.
Fadli mengatakan, semangat persuasif dalam memberikan peringatan terhadap ormas, yang sebelumnya diatur dalam Pasal 60, dan Pasal 62 yang mengatur peringatan berjenjang terhadap ormas yang dinilai melakukan pelanggaran, sudah ditiadakan.
"Artinya, kehadiran perppu tersebut selain memberikan kewenangan yang semakin tanpa batas kepada pemerintah, juga tidak lagi memiliki semangat untuk melakukan pembinaan terhadap ormas. Ini kemunduran total dalam demokrasi kita," katanya.
Fadli juga mempertanyakan kondisi genting dalam menerbitkan Perppu ini. Merujuk Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perppu, lanjutnya, perppu dikeluarkan dalam suatu kondisi kegentingan yang memaksa.
"Pertanyaannya sekarang, adakah kondisi kegentingan yang memaksa sehingga pemerintah membutuhkan perppu? Kegentingan ini harus didefinisikan secara objektif. Tidak bisa parsial," ujar Fadli.
Sebaliknya, kata Fadli, Perppu Ormas justru memunculkan keresahan baru di tengah masyarakat. Aturan itu dianggap mengancam kebebasan berserikat yang sudah dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 dan 28E.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini berpendapat bahwa Perppu berpotensi menjadi alat kesewenangan pemerintah untuk membubarkan ormas yang kritis tanpa harus melalui mekanisme persidangan lembaga peradilan.
Fadli menambahkan, berdasarkan Pasal 71 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, DPR berwenang memberikan persetujuan terhadap Perppu yang diajukan pemerintah.
"Artinya, jika berpotensi mengekang kebebasan berserikat dan merugikan masyarakat, DPR memiliki dasar untuk menolak Perppu tersebut. Menurut saya, Perppu 'diktator' ini harus ditolak," ujar Fadli.
|
"Sedangkan untuk membangun Undang-Undang yang baru memerlukan waktu yang cukup lama, sementara suasananya, kondisinya saat ini harus segera diselesaikan, untuk segera mengatasi masalah," kata Wiranto.
Menurut Wiranto, UU Ormas nomor 17 tahun 2013 memiliki keterbatasan, terutama soal rumusan tentang ajaran yang bertentangan dengan Pancasila. (pmg)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Fadli Zon: Perppu Ormas, Kediktatoran Gaya Baru"
Post a Comment