Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyadmadji berkata, tim khusus yang terdiri dari perwakilan Kemendagri, Polri, dan Tentara Nasional Indonesia akan dibentuk sebelum pemerintah mengambil keputusan pembubaran suatu ormas.
Tim ini yang akan memberikan evaluasi dan penilaian sebelum pemerintah mengeluarkan sanksi tertulis hingga pencabutan status badan hukum suatu ormas.
"Jadi tidak terburu-buru setiap organisasi terus secara subjektif pemerintah memberlakukan, tetapi ini ada justifikasi setelah rapat tim yang terkait organisasi itu telah melanggar atau tidak sesuai dengan ideologi," kata Dodi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/7).
Sejak Perppu Ormas ditetapkan, pemerintah telah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia. Pembubaran HTI dilakukan lebih dahulu karena kegiatan organisasi ini dinilai cukup masif. HTI juga dianggap sering menyebarkan paham yang bertujuan mengubah bentuk negara.
Setelah pembubaran HTI, pemerintah mengklaim belum berencana mencabut status badan hukum milik ormas lain.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia Erfandi meyakini pemerintah tidak akan sewenang-wenang membubarkan organisasi pascapenerbitan Perppu Ormas.
Menurutnya, Perppu Ormas hanya mengatur mekanisme pemberian sanksi yang lebih sederhana. Selain itu, beleid tersebut juga dianggap hanya menambah sanksi untuk organisasi yang menentang pancasila.
"Saya melihatnya perppu sudah jelas. Pasal satu sampai tiga yang mengatur tentang asas, ciri, dan kegiatan yang tidak boleh bertentangan pancasila sudah jelas di UU Ormas 17/2013 dan itu tidak dibatalkan. Yang dibatalkan hanya 18 pasal, antara lain (yang mengatur) pemberian sanksi dan proses peradilan," katanya.
Aksi menolak Perppu Ormas di Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945. Dasar penerbitan perppu oleh pemerintah diatur dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945.
Peraturan itu mengizinkan presiden menetapkan perppu, jika ada suatu kondisi kegentingan yang memaksa. Perppu dapat dikeluarkan sesuai subjektivitas presiden dalam menilai genting atau tidaknya suatu kondisi.
Saat menetapkan Perppu Ormas, Presiden Joko Widodo menilai ada keadaan genting. Salah satu indikatornya, keberadaan ormas yang melakukan tindakan permusuhan dan menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu maupun penyelenggara negara.
"Tindakan tersebut merupakan tindakan potensial menimbulkan konflik sosial antara anggota masyarakat sehingga dapat mengakibatkan keadaan chaos yang sulit untuk dicegah dan diatasi aparat penegak hukum," tulis penjelasan penerbitan Perppu Ormas dalam Bab I.
Perppu Ormas juga dipandang legal dan kuat keberadaannya oleh Majelis Ulama Indonesia. Menurut Erfandi, Jokowi tak perlu mengumumkan keadaan negara dalam bahaya hanya untuk menetapkan perppu.
"Dalam UUD (aturan) terkait keadaan bahaya dan genting diatur dua pasal berbeda, yaitu pasal 22 dan 12. Yang dilakukan Presiden adalah pasal 22 (mengeluarkan Perppu) sehingga tidak membutuhkan pernyataan negara dalam keadaan bahaya. Di sinilah MUI melihat ini sah dan konstitusional," ujar Erfandi.
Merujuk UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perppu memiliki kedudukan yang setara dengan UU. Namun, masa berlaku perppu sementara selama belum mendapat persetujuan dari DPR.
Pasal 22 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan, "jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut."
Persetujuan DPR atas Perppu harus disampaikan dalam masa sidang pertama pasca terbitnya produk hukum itu. Hal tersebut sesuai Pasal 52 ayat 1 UU 12/2011.
Dalam konteks Perppu Ormas, persetujuan DPR harus diminta pada masa sidang I yang akan dimulai Agustus mendatang. Sebabnya, Perppu itu lahir di masa sidang V DPR tahun ini.
Jika sebuah Perppu tidak mendapat persetujuan dari DPR, aturan tersebut harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sementara, UU yang digantikan Perppu dinyatakan kembali berlaku.
Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
"RUU ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Perppu dalam rapat paripurna yang sama," bunyi Pasal 52 ayat 8 UU 12/2011.
Menurut Erfandi, jika nantinya Perppu ormas tidak disetujui DPR maka hal tersebut tidak berdampak pada gugurnya langkah-langkah yang sudah diambil pemerintah. Tindakan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia sebagai contohnya, dianggap tidak bisa dibatalkan meski Perppu nantinya gugur.
"Tetap sah karena UU tidak berlaku surut," ujarnya. (pmg/sur)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemerintah Bentuk Tim Khusus Tentukan Ormas Anti-Pancasila"
Post a Comment