Hal tersebut disampaikan Sekretaris Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana, karena menilai aneh dari segi prosedur. Dadang mengatakan seharusnya surat yang mengatasnamakan lembaga itu tak dikirim atas nama Kepala Biro Kesekretariatan Jenderal.
"Saya kira prosedural surat aneh. Sekelas kepala biro tidak berhak. Kalau mau secara institusi, itu Bamus [Badan Musyawarah DPR yang mengirim surat]. Makanya, ini aneh. Obstruction of justice. Saya melihat ini melampaui kewenangan," kata Dadang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/9).
Secara pribadi, Dadang mengaku dirinya tak sepakat dengan pengiriman surat permohonan tersebut. Surat itu dinilai Dadang sebagai bentuk intervensi atas proses hukum yang tengah dilaksanakan.Disamping itu, Dadang menilai sepatutnya bukan DPR secara kelembagaan yang mengirim surat ke KPK untuk menangguhkan pemeriksaan atas Setya Novanto.
"Kalau misalnya minta penangguhan penahanan itu kan ada prosedur. Penangguhan pemeriksaan itu dibolehkan UU dan harusnya [dikirim] kuasa hukum," ujar pria yang pernah duduk di kursi DPRD Kabupaten Bandung, Jawa Barat kurun waktu 1999-2004 tersebut.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan berharap Setya bersikap dan bertindak sebagai warga negara yang baik yaitu mematuhi proses hukum.
"Itu kan komitmen kita semuanya, dan apa setiap warga negara tidak ada pengecualian," ujar Syarief.
Syarief Hasan. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
|
"Yang jelas KPK harus menjalankan tugasnya sesuai dengan UU dan tidak boleh ada tebang pilih," katanya.
Pasal yang mengatur menghalang-halangi proses penegakan hukum tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Sebelumnya, pimpinan dewan melalui Kepala Biro Pimpinan Kesetjenan DPR, Hani Tahapari mengirim surat kepada KPK untuk meminta lembaga antirasuah menghormati praperadilan yang diajukan Setya Novanto, sekaligus menunda pemeriksaannya dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka pada pertengahan Juli lalu. Dia diduga memiliki peran dalam proses penganggaran atau pengadaan barang dan jasa, serta diduga telah mengondisikan pemenang pengadaan e-KTP yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun </span> (kid/pmg)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Surat Permohonan Setnov Dianggap 'Obstruction of Justice'"
Post a Comment