Search

Berkunjung ke Inggris, DPR Belajar Cara Hadapi Terorisme

Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia Khusus Rancangan UU (RUU) DPR tentang Perubahan UU Nomor 15/2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah selesai melakukan kunjungan kerja ke Inggris.

Sejumlah hal terkait penanganan terorisme di negara tersebut bakal menjadi masukan dalam pembahasan RUU Terorisme. Anggota Komisi II DPR Asrul Sani mengatakan, selama di Inggris, Pansus mempelajari banyak hal, di antaranya mengenai koordinasi antar lembaga, peran tentara, dan deradikalisasi.

“Kami lihat di sana koordinasi antar lembaga itu sudah baik sekali,” ujar Asrul di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/5).

Asrul membeberkan, koordinasi penanggulangan terorisme di Inggris dibedakan menjadi penanganan terorisme dalam negeri dan luar negeri.

Penanganan di dalam negeri diambil alih oleh Kementerian Dalam Negeri, sementara terorisme antarnegara dipegang oleh Perdana Menteri.

Dalam konteks keterlibatan tentara, Asrul menuturkan, Inggris menjadikan tentara sebagai perbantuan bagi Kepolisian dalam menangani terorisme. Perbantuan itu berdasarkan dampak dari peristiwa terorisme dan atas permintaan dari Kepolisian.

Klasifikasi besaran dampak terorisme di Inggris dilakukan oleh MI6 atau BNPT Inggris dengan Perdana Menteri. MI6 menggunakan kode warna tertentu sebagai penentu untuk setiap peristiwa teroris yang terjadi. Kategorisasi itu dijadikan acuan untuk pelibatan tentara dalam penindakan.

“Yang ditandai dengan warna hitam, merah, kuning, hijau atau semakin warnanya gelap itu semakin luas. Itu potensi dilibatkan tentara semakin besar,” ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan.

Mekanisme perbantuan itu, kata Asrul, berbeda dengan Indonesia. Ia menjelaskan, di Indonesia tentara memiliki kewenangan langsung terlibat dalam penindakan terorisme berdasarkan tingkat bahaya yang ditimbulkan dari setiap aksi terorisme. Kewenangan itu sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (2) UU 32/2004 tentang TNI.

Masa Penahanan

Pansus RUU Terorisme juga belajar dari cara Inggris dalam mengatur masa penahanan dan penindakan terhadap terduga teroris.

Asrul menjelaskan, dalam menangani terduga teroris, Inggris memberi tenggat waktu selama 14 hari bagi Kepolisian untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga keras sebagai teroris. Namun, dalam prosesnya, pihak terkait harus memiliki izin dari pengadilan.

Politikus PPP itu menuturkan, pelaksanaan mekanisme itu berbanding terbalik dengan apa yang diterapkan di Indonesia.

Saat ini berdasarkan UU 15/2003, aparat diberi tenggat selama 7 hari tanpa izin pengadilan untuk menangkap terduga teroris. Dalam pembahasan RUU, pemerintah bahkan mengajukan perubahan menjadi 30 hari tanpa keputusan pengadilan.

Ia menilai, ‘pasal Guantanamo’ tersebut berpotensi merugikan terduga teroris dan tidak memberi celah bagi terduga untuk melakukan pembelaan dalam praperadilan.

"Di RUU, pemerintah minta menjadi 30 hari. Tapi mayoritas fraksi keberatan. PPP dalam DIM (daftar inventaris masalah) minta maksimal 14 hari dan ada penetapan pengadilan," ujar Asrul.

Selain itu panahanan terhadap tersangka yang diajukan oleh pemerintah di dalam RUU dari 6 bulan menjadi 15 bulan hingga mendapat keputusan berkekuatan hukum tetap juga sangat jauh berbeda dengan Inggris.

“Jadi soal perpanjangan penahanan ini dengan melihat ke Inggris ya keberatan. Tapi ini kan perlu dibahas lagi di Pansus,” kata Asrul. (wis)

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Berkunjung ke Inggris, DPR Belajar Cara Hadapi Terorisme"

Post a Comment

Powered by Blogger.