"Dulu, MK pernah memutus bahwa parpol yang terlibat dalam pembentukan UU, ketika mengajukan permohonan uji materil ke MK, tidak memiliki legal standing," kata juru bicara MK Fajar di Gedung MK, Jakarta, Senin (24/7).
Fajar mengatakan, parpol-parpol tersebut tidak memiliki legal standing karena mereka merupakan bagian dari pembentuk UU sehingga tidak tertutup kemungkinan gugatan mereka sarat kepentingan politik.
"Ketika kepentingan-kepentingan itu kalah, tidak serta merta 'pertarungan politik' itu pindah ke ranah yudikatif. Biarlah kemudian pihak-pihak yang merasa hak-hak konstitusionalnya terlanggar oleh pemberlakuan UU, mengajukan uji materi ke MK," kata Fajar.
Sebaliknya, bagi partai di luar DPR yang tak terlibat pembahasan UU termasuk UU Pemilu, mereka berkesempatan menjadi pemohon dalam pengujian UU ke MK.
"Sepanjang mereka bisa menguraikan argumentasi kerugian konstitusional yang dialami karena pemberlakuan UU Pemilu, serta membuktikan dan meyakinkannya kepada hakim," kata Fajar menjelaskan.
Salah satu poin penting yang diperdebatkan dalam UU Pemilu ini adalah syarat ambang batas presiden atau presidential treshold.
Syarat itu mengatur bahwa partai atau gabungan partai diharuskan memiliki setidaknya 20 persen kursi DPR atau 25 persen suarah sah nasional di Pemilu sebelumnya untuk bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2019.
UU Pemilu ini didukung oleh fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, NasDem, dan Hanura.
Empat fraksi lain yakni Gerindra, Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahter memutuskan untuk walk out.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "MK: Partai di DPR Tak Punya Legal Standing Gugat UU Pemilu"
Post a Comment