"Tidak ada lagi proses hukum yang dilakukan setelah PK. Saya ingin ini sebagai penegasan, tidak ada dua kubu karena PPP hanya ada satu," kata Romy saat sambutan di Hotel Mercure, Jakarta Pusat, Rabu (19/7).
Romy mengatakan terbelahnya PPP sebagai cobaan paling berat yang pernah dialami partai berlambang Kakbah. Selama 44 tahun berdiri, beum pernah terjadi dualisme dalam tubuh PPP.
Ia menjelaskan dualisme PPP terjadi sejak Oktober 2014 lalu saat muktamar di Jakarta dan Surabaya. Muktamar Jakarta memilih Djan sebagai ketua sedangkan Muktamar Surabaya memilih Romy sebagai ketua.
Sejak saat itu, mereka berdua saling klaim sebagai ketua umum yang sah untuk memimpin PPP.
Djan, meski terpilih sebagai ketua umum lewat Muktamar versinya, tak pernah menerima surat keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Lain halnya dengan Romi, dia langsung mengantongi surat keputusan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, selepas terpilih jadi pimpinan partai.
Tak terima, Djan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, surat keputusan Menkumham untuk kepengurusan Romi itu. Djan menang pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
SK Menkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan kubu Romahurmuziy pun dianggap batal.
Romi tak tinggal diam, dan mengajukan peninjauan kembali PK. Ia bersyukur PPP bisa MA mengabulkan permohonan Romi melalui putusan PK Nomor 79 PK/Pdt.Sus-Parpol/2016, pada 12 Juni 2017.
Ia berharap masalah perpecahan selama dua tahun sembilan bulan itu bisa menjadi pelajaran berharga bagi PPP, terlebih setelah bersatu kembali.
"Saya mengutip apa yang orang tua katakan, setiap cobaan yang tidak menghancurkan akan kuatkan. Selama ini kami dicoba dan tidak hancur maka yakin kami memang Pemilu 2019," kata Romy.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PPP kubu Romy, Arsul Sani mengatakan kader senior mengupayakan islah di tengah perselisihan antara dua kubu.
Menurutnya ada tiga kader yang sepakat kembali dari kubu Djan ke kubu Romi, sapaan akrab Romahurmuziy. Mereka adalah Wakil Ketua Umum PPP Epiyardi Asda, Sekretaris Jenderal PPP Dimyati Natakusuma dan Ketua DPW PPP DKI Abraham Lunggana.
"Jadi sebenarnya jika kita bicara kader senior PPP, maka alhamdulillah telah terbangun kesepakatan untuk mengakhiri perselisihan yang ada," kata Arsul, Senin (17/7) lalu.
Kader yang masih berselisih, kata Arsul, adalah kader yang terhitung baru masuk dalam partai berlambang Kakbah itu. Di antaranya adalah Wakil Ketua Umum PPP Humphrey Djemat dan Ketua DPP PPP Triana Dewi Seroja. Mereka bergabung ke kubu Djan setelah Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 2014 lalu.
Arsul menilai Humprey dan Triana tidak memahami kultur PPP secara keseluruhan, terlebih ketika terjadi perbedaan pendapat dalam PPP. (evn)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pasca Putusan MA, Tak Ada Lagi Dualisme dalam PPP"
Post a Comment