Salah satunya adalah pengawasan terhadap KPK, lembaga yang terbentuk melalui perundang-undangan.
"Dapatkah DPR secara konstitusional melakukan angket terhadap KPK? Maka jawab saya, karena KPK ​itu ​dibentuk dengan UU, maka untuk mengawasi pelaksanaan UU itu DPR dapat melakukan angket terhadap KPK," ujar Yusril di Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pansus Angket terhadap KPK di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/7).
Yusril menerangkan, kewenangan penyelidikan DPR melalui angket adalah untuk menyelidiki efektifitas pelaksanaan UU. Ia berkata, hal itu sejalan dengan ketentuan di dalam Pasal 203, 204, dan 205 UU MD3.​​
Namun, masih menurut Yusril, KPK tidak masuk kategori badan yudikatif lantaran bukan lembaga peradilan yang berugas memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. KPK juga bukan lembaga legislatif karena tidak memproduksi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
"Tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan adalah tugas eksekutif. Bukan tugas legislatif atau yudikatif," ujarnya.
​Yusril menuturkan, posisi KPK sebagai organ eksekutif​ diatur dengan tegas dalam UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Dalam Pasal 43 UU itu dikatakan, KPK harus dibentuk paling lambat dua tahun setelah UU itu berlaku untuk melakukan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntututan perkara tipikor.
​Sejarah Hak Angket
Di hadapan DPR, Yusril juga menuturkan bahwa ​angket telah dipraktikkan sejak zaman kemerdekaan, tepatnya ketika terbentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjalankan tugas sebagai parlemen.
KNIP memiliki tugas dan kewenangan yang hampir mirip dengan DPR saat ini, yakni menyelidiki kebijakan pemerintah lewat hak angket.
"Setelah kembali ke negara kesatuan tahun 1950, hak angket kembali diberlakukan di DPR sementara yang merupakan gabungan antara KNIP Jogja dan anggota Senat RIS," ujar Yusril.
Mantan Menteri Kehakiman itu menyebut, UU Nomor 7/1954 tentang Angket merupakan sejarah awal terbentuknya UU MD3. Oleh karena itu, angket bukan sebuah kewenangan yang asing dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia.
"Sehingga ketika lahir UU MD3, maka pasal-pasal tentang angket yang diatur dalam UU Angket tahun 1954 itu diadopsi ke dalamnya karena dianggap sesuai dengan perkembangan zaman sekarang dengan sistem yang menitikberatkan padaa sistem presidensial setelah Amandemen UUD 1945," ujarnya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Yusril: Pansus Angket KPK Sah Secara Konstitusi"
Post a Comment