Search

Menilik Siasat 'Kemesraan' Presiden Jokowi dengan NU

Jakarta, CNN Indonesia -- Niat pemerintah untuk membubarkan organisasi massa (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mendapatkan dukungan penuh dari salah satu organisasi Islam Nahdlatul Ulama. Lewat berbagai kesempatan, NU bahkan mendorong pemerintah mengambil langkah nyata.

Misalnya, mendesak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagai senjata ampuh membubarkan HTI. Hal ini yang diusulkan NU lewat sayap organisasinya, Barisan Ansor Serbaguna (Banser).

Tak berselang lama, pemerintah merilis Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Perpp yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu disiarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto.

Secara garis besar, Perppu itu menghapuskan pasal-pasal yang menjelaskan pembubaran ormas. Pembubaran ormas yang sejatinya harus melewati empat tahap menjadi hanya dua tahap saja. Tak hanya itu, pembubaran ormas yang awalnya dilakukan pengadilan, kini beralih ke tangan pemerintah.

Beberapa saat setelah diumumkan, perppu tersebut langsung menuai pro dan kontra. Sejumlah suara menyebut perppu mengancam kebebasan masyarakat Indonesia untuk berkumpul dan berserikat. Namun, NU bergeming, serta mendukung Perppu tersebut.

Kemudian, sehari setelah penerbitan Perppu, sebuah majelis taklim diresmikan. Peresemian Majelis Dzikir Hubbul Wathon itu dihadiri oleh Jokowi, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin, Ketua PBNU Said Aqil Siroj. Adik Aqil, Mustofa Aqil Siroj, turut hadir karena ia merupakan ketua majelis tersebut.

Saat memberikan sambutan, Ma'ruf mengumumkan bahwa Jokowi merupakan ketua dewan pembina majelis tersebut. Sementara, ia sendiri menjelaskan jabatan yang didapuknya sebagai dewan pembina.

Lebih dari itu, Ma'ruf mengucapkan terima kasih lantaran Jokowi mempersilakan majelis itu mengadakan dzikir di Istana Negara pada 1 Agustus mendatang. Bahkan, Jokowi membebaskan konsep dzikir beserta waktu pelaksaanan.

Hubungan Jokowi dengan majelis gagasan NU itu terasa sangat hangat, kendati majelis baru saja terbentuk. Dalam satu pekan, hubungan Jokowi dengan NU semakin lengket, terlihat mereka saling mendukung satu sama lain dan saling membantu.

Pengamat Politik Karyono Wibowo menilai, kemesraan NU dengan Jokowi tak lepas dari Perppu yang baru saja diterbitkan. Ibarat kata, simbiosis mutualisme, keduanya saling mendukung satu sama lain. NU mendukung perppu, dan Jokowi senang kebijakannya didukung organisasi Islam terbesar.

"Itu hal yang wajar, pemerintah pasti sudah mengukur dampak dari suatu kebijakan. Pemerintah butuh dukungan dari masyarakat dan ormas, terutama ormas Islam, seperti NU," kata Karyono kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (15/7) malam.

Bukan hanya saling dukung, kata Karyono, ada maksud lain dari agenda tersebut. Jokowi ingin mengamankan suara di Pemilihan Presiden (Pilpres 2019). Kemesraannya dengan NU bisa jadi peluang mendulang suara pengikut NU untuk memilih Jokowi.

"Salah satu tujuan agenda itu untuk menjaga suara di Pilpres 2019. Tujuan itu tidak tertutup kemungkinan, bisa saja," imbuh Karyono.

Menurut Karyono, Jokowi sangat beruntung bila mendapat dukungan dari NU. Secara otomatis, tuduhan bahwa Jokowi pemimpin anti Islam dan komunis yang santer saat Pilkada DKI 2017 akan hilang perlahan.

Setali tiga uang, pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi Sugandi memberikan pendapat yang sama. Menurutnya, kebijakan pemerintah tak pernah luput dari tujuan politik.

"Kebijakan itu hasil dari hukum, ditambah politik. Kebijakan pemerintah adalah produk hukum dengan tujuan politik," tutur Yogi.

Yogi menjelaskan, wajar saja apabila Jokowi mengeluarkan kebijakan untuk melindungi rezim 2019. Melindungi rezim lewat kebijakan sudah terjadi sejak jaman Romawi kuno.

Melihat sejarah di Indonesia, sambung Yogi, pemerintah memang memiliki kedekatan dengan NU sejak dulu. Ia mengaku, pernah membaca buku yang mengisahkan kedekatan mantan presiden Soekarno dengan NU yang saat itu dipimpin KH Hasyim Asy'ri.

"Ketika diundang ke Istana Negara, Hasyim hanya menggunakan sendal, tapi Soekarno membolehkan masuk. Soekarno berdalih kearifan lokal, padahal ada protokoler di Istana," terang Yogi.

Meski begitu, Yogi mengingatkan Jokowi untuk tidak melupakan kelompok lain agar tidak terjadi perpecahan. Jika memang ingin mengandeng kelompok Islam, mengapa tidak memperhatikan Muhammadiyah. (bir)

Let's block ads! (Why?)



Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Menilik Siasat 'Kemesraan' Presiden Jokowi dengan NU"

Post a Comment

Powered by Blogger.