Usulan yang mengemuka akibat berlarut-larutnya pembahasan RUU Pemilu itu, disebut akan menyebabkan pemerintah harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Sebab, kata dia, UU Pemilu lama memisahkan antara pemilu legislatif dan presiden. Hal itu akan menjadi persoalan jika diterapkan pada 2019 yang melaksanakan pemilu legislatif dan presiden secara serentak.
Tahapan pemilu serentak akan dimulai pada September tahun ini. Nantinya, Perppu disebut hanya akan menggabungkan pemilu presiden dan legislatif yang diatur dalam UU Pemilu lama.
"Tidak mengubah norma yang sudah ada. Semangat ini yang harus muncul kalau UU ini tidak menemui titik temu," katanya.
Meski demikian, Romi yakin masih ada waktu untuk membahas dan mengambil keputusan terhadap lima isu krusial dalam RUU Pemilu yang saat ini masih menemui kebuntuan. Termasuk menggunakan opsi voting dalam paripurna jika pembahasan deadlock.
Lima isu krusial yang sedianya disahkan dalam rapat tadi malam antara pemerintah dan DPR adalah ambang batas parlemen (parliamentary threshold), ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), metode konversi suara, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan sistem pemilu.
"Kalau presidential threshold ini menjadi satu-satunya faktor yang menjadi ganjalan, tidak bisa mufakat ya voting saja," ujarnya.
Romi pun mengklaim partai koalisi pendukung pemerintah solid dengan angka ambang batas presiden sebesar 20-25 persen. PPP pun, lanjutnya sudah bisa menerima angka tersebut.
Riza pun mengaku terkejut dengan usulan penggunaan UU Pemilu yang lama maupun Perppu jika pembahasan RUU Pemilu saat ini tidak menemukan titik temu.
"Mekanisme ini dimungkinkan tapi tidak perlu muncul kalau kita optimis UU ini selesai. Ini pasti selesai, tidak ada yang tidak selesai," kata Riza.
Menurutnya, pengambilan keputusan atas isu ambang batas pencalonan presiden dapat ditempuh dengan mekanisme voting di rapat paripurna.
"Kalau mau tolak, menolak di prolegnas. Jangan sampai UU Pemilu, hanya karena PT tidak sesuai yang diharapkan pemerintah kemudian menarik diri," katanya.
Tjahjo pun sebelumnya ia menegaskan, pemerintah tidak akan mengikuti paripurna jika pengambilan keputusan lima isu krusial tersebut ditempuh lewat mekanisme voting. Bahkan, Tjahjo juga menyampaikan, jika tidak ada titik temu, pemerintah akan menggunakan UU saat ini dalam pemilu mendatang.
Menurut dia, UU lama tidak ada perbedaan dengan RUU yang saat ini tengah dibahas. Penerapan itu juga tidak memerlukan Perppu. UU itu juga diklaim tidak akan mengurangi legitimasi rakyat.
“Pemerintah punya tiga opsi. Pertama menerima bersama-sama musyawarah mufakat. Menerima keputusan hari Kamis karena masih ada masalah yang masih krusial dibawa ke paripurna untuk diambil keputusan. Atau pemerintah mengembalikan ke UU yang lama, toh sama saja tidak ada perubahan,” ujarnya. (wis)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "PPP: Kembali ke UU Pemilu Lama Harus Lewat Perppu"
Post a Comment